SELAMAT DATANG DI GILAKIU.ORG DAPATKAN FREE COIN 20.000 UNTUK DEPOSIT PERTAMA MIN DEPOSIT 20.000.PERMAINAN TEXAS POKER, DOMINO 99 DAN BOLATANGKAS .

Satreskrim Polresta Bogor Usut Dugaan Korupsi Terkait Pengadaan Baju Batik Guru

 

Ilustrasi, sumber foto: tagar.id


GILA KIU - Satuan Reserse Kriminal Polresta Bogor, Jawa Barat, sedang mengusut dugaan korupsi terkait pengadaan baju batik guru 2021 di Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor.


Menurut Kasat Reskrim Polres Bogor, AKP Handreas Ardian, kasus dugaan korupsi itu muncul setelah adanya pengaduan masyarakat terkait pembelian baju batik guru pada Juni 2021.


"Sudah dari bulan enam dapat informasi itu (laporan masyarakat)," kata Handreas.


Polisi telah memanggil saksi, termasuk mantan Kadisdik


Ia menjelaskan, pihaknya telah memanggil saksi-saksi untuk mengklarifikasi dugaan korupsi tersebut.


Ia menjelaskan, ada lebih dari tiga saksi yang diperiksa, salah satunya mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Bogor, Entis Sutisna.


"Yang sudah kita panggil (saksi) saat ini ada dari pihak konveksi, pihak dinas pendidikan (mantan kadisdik), dan salah satunya juga kepala sekolah," katanya.


Anggaran baju batik Rp 2,2 miliar


Pihaknya juga masih terus memproses dugaan korupsi pengadaan baju batik pada tahun 2021.


Sejumlah saksi telah memberikan keterangan dalam klarifikasi kasus dugaan kasus baju batik guru Tahun Anggaran (TA) 2021 senilai Rp 2,2 miliar.


“(Sejauh ini dari keterangan yang diberikan oleh saksi) kalau dari saksi sih mereka memberikannya secara ideal saja ya, normatif ya. Tapi yang jelas, kita nanti akan menemukan unsur hasil audit,” ujarnya.


"Kita sambil nunggu audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jabar, untuk mengetahui adanya kerugian negara atau tidak," tambahnya.


Pengadaan baju batik diklaim keinginan para guru


Sementara itu, mantan Kadisdik Kabupaten Bogor, Entis Sutisna, mengatakan pengadaan baju batik berdasarkan keinginan para guru.


Ia kembali menegaskan, belanja baju batik guru pada awal tahun 2021 tidak berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemkab Bogor.


“Awal mulanya kita punya ide seperti ini (baju batik) jadi silakan mereka (guru) pilih motifnya, warnanya seperti ini, buat sendiri. Setelah itu mereka membuat dan cocok sampai kepada sistem pembayaran, setelah dibagikan, ditanya bagaimana pembayarannya, akhirnya mereka menyepakati untuk, memotong dari gaji kesejahteraan pegawai, itu dari anggaran pribadi mereka sendiri," kata Entis.


Beli tanpa paksaan


Entis yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Kadisdagin) mengatakan, pembelian seragam batik guru itu tanpa ada unsur paksaan dari siapapun.


Ia menduga pengaduan masyarakat tentang kemeja batik yang sampai ke polisi juga tidak jelas.


Oleh karena itu, ia memastikan baju batik yang saat ini dikenakan para guru tidak berasal dari APBD, melainkan atas inisiatif para guru untuk membeli dan menyiapkannya.


Hal ini sudah disepakati mulai dari pengajuan bahan hingga harga di toko garmen di kawasan Ciomas, Kabupaten Bogor.


"Sudah kita sampaikan ke pihak kepolisian pernyataan bahwa ini guru punya inisiatif dan menyuruh memotong anggaran itu tanpa paksaan. Dari 11.000 guru, yang beli 8.000 guru, jadi memang tidak dipaksa dan tidak semuanya beli," katanya.


“Iya 8.000 batik itu dari anggaran pribadi guru, bukan dari dinas, APBD, pemda. Tapi pribadi, sesuai dengan pesanan mereka. Kalau dari 8.000 guru yang menggunakan batik berarti total anggaran keluar buat beli sampai Rp 1,9 miliar," lanjutnya.


Menanggapi kasus ini, Entis mengaku jika diperlukan keterangan tambahan dari pihak kepolisian, pihaknya siap memenuhi pemanggilan selanjutnya.


"Ini katanya polisi mau audit dari BPK. Silakan saja, kita tunggu saja. Saya siap dipanggil lagi, mangga (silakan)," jelasnya.

Post a Comment

0 Comments